Makassar – Data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) Dinas Kesehatan Kota Makassar, Sulawesi Selatan mencatat jumlah balita di Makassar yang mengalami stunting pada 2022 sekitar 4,08 persen, atau 3.333 balita.
Namun, jumlah angka stunting di Makassar perlahan mulai mengalami penurunan dari 2021. Di mana pada 2021 angkanya 5.2 persen balita yang mengalami stunting di Makassar.
Sedangkan di 2022 sekitar 4,08 persen. “Data dari E-PPGBM. Jumlah penderita stunting di Makassar untuk tahun 2021 5,2 persen dan untuk tahun 2022 kita menurun jadi 4,08 persen,” ucap Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Makassar, Sunarti.
Sedangkan jumlah balita untuk tahun 2023, Sunarti mengaku belum mendapatkan datanya karena masih tahap perampungan. “Tahun 2023 ini belum ada hasilnya karena masih merampungkan pendataan, Ada 2 kali pendataan dalam setahun yakni di bulan Februari dan Agustus,” ujarnya.
Sunarti mengatakan faktor penyebab stunting karena kekurangan gizi sejak dalam kandungan inilah yang juga bisa menjadi penyebab terbesar kondisi stunting pada anak.
“Pola asuh yang kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab stunting pada anak. Pola asuh di sini berkaitan dengan perilaku dan praktik pemberian makanan kepada anak,” ujarnya.
Selain itu, kata Sunarti, stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi, diantaranya, faktor pengasuhan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan diantaranya layanan Antenatal Care pada ibu hamil.
“Juga tingkat kehadiran anak di posyandu, kurangnya akses ke makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi,” katanya.
Meski trendnya positif, Suarti mengaku Pemerintah Kota Makassar, terus berupaya melakukan percepatan penurunan stunting atau Makassar menuju zero stunting untuk 2024, dengan membuat Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Makassar.