beridata.com – Keterbukaan Informasi tidak hanya menjadi kewajiban institusi pemerintah sebagai lembaga publik. Partai politik (parpol) pun dituntut transparan memberikan informasi kepada publik.
YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan didukung Komisi Informasi Provinsi Sulawesi selatan telah melakukan Survey ke masyarakat dan Pemantauan Transparansi Parpol untuk menilai seperti apa sikap parpol terhadap keterbukaan informasi yang dimandatkan regulasi.
Melalui Focus Group Discussion (FDG) diharapkan dapat memetakan bagaimana praktik kepatuhan parpol dalam melaksanakan kewajibannya melakukan publikasi informasi sesuai peraturan perundang-undangan dan memetakan celah dan kelemahan dalam regulasi keterbukaan informasi parpol.
Komisioner Komis Informas mengatakan, dalam rangka mendorong keterbukaan informasi publik di Sulawesi Selatan, tentu perlu terus dilakukan karena keterbukaan informasi ini sama pentingnya membangun infrastruktur. Kamis, 8 September 2022.
“Jika kita berbicara keterbukaan informasi publik maka secara langsung terkait dengan peran badan publik sebagai penyedia informasi termasuk partai politik sebagai badan public. Karena partai politik punya peran besar dalam keterbukaan informasi public,” ungkapnya.
Selain itu, Direktur Eksekutif YASMIB Sulawesi Rosniaty Azis memaparkan hasil servey 11 parpol yang memiliki kursi di DPRD Provinsi Sulawesi selatan terkait keterbukaan informasi yang dilakukan dengan metode tracking online, survey public dengan jumlah 66 responden dan wawancar langsung parpol.
“Hasil tracking dari 11 parpol yang memiliki kursi di DRPD tingkat Provinsi Sulsawesi Selatan, terkait kepemilikan website hanya ada 6 yang memiliki website sedangkan yang lainnya masih berpusat pada pusat,” kata Rosniaty Azis.
Ia juga menjelaskan, ketersediaan layanan PPID dari 11 parpol terkait SOP hanya ada 2 dan hal tersebut diturunkan dari pusat, sedangkan petugas PPID belum ada sama sekali. Selain itu, untuk hasil survey public yang dilakukan 66 responden terkait sumber informasi public parpol ada 82% didapatkan dari media social, media TV 61%, siaran radio 14%, media cetak 36% dan website 9%. Sedangkan untuk pengetahuan terkait parpol rata-rata 80% menyatakan tidak mengetahui.
“Aksesibilitas layanan informasi terkait PPID memang terlihat sebagian besar partai politik masih lemah dan sebagian informasi berpusat di pusat. Sedangkan pengetahuan masyarakat terkait parpol juga masih sangat kurang,” ungkapnya.
Dari survei yang telah dilakukan terdapat beberapa parpol yang sudah memiliki sistem keterbukaan informasi yang baik. Namun hal tersebut masih perlu mengembakan sistem informasi berbasis pelayanan untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Selain itu, Fadli Andi Natsir selaku akademisi menyampaikan, parpol sebagai badan public wajib memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), karen hal tersebut tertuang dalam UU KIP 14/2008 dan Komisi informasi perlu mengedukasi parpol.
Menurut Andi Toba dari partai Nasdem mengatakan, terkait PPID parpol, secara prakteknya sudah ada petugas yang melaksanakan dan itu dikelola sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris. Namun belum ada keputusan khusus atau SK khusus.
“Perlu ada advokasi dan edukasi terkait pembentukan PPID, karena untuk tenaga pengelola sudah ada,” jelasnya.
Dari kegiatan FGD yang melibatkan unsur Parpol, Komisi Informasi, KPU, Bawaslu, Kesbangpol Provinsi Sulawesi Selatan, Akademisi dan Organisasi Masyarakat Sipil. Ada beberapa yang menjadi catatan dan rekomendasi terkait keterbukaan informasi publik diantaranya:
• Sosialisasi dan edukasi keterbukaan informasi kepada parpol
• Penguatan dan pembentukan PPID parpol
• Pendampingan Penyusunan SOP Layanan Informasi parpol
• Advokasi kepada Dirjen Politik dan Hukum terkait nomenklatur PPID dalam bantuan keuangan parpol yang melekat di Kesbangpol.